SEJARAH MUSHAF AL-QURAN INDONESIA
Dalam sejarah di catat bahwa Masuknya islam ke
bumi nusantara ada beberapa tahap
Pertama.
A. Islam Masuk Abad ke-7 Masehi,
Orang-Orang Ta’shih (Arab dan Persia)
B.Islam Masuk Abad ke-11-13 Masehi, Orang-orang
Keling (orang dari Kaliangga dan Gujarat India), Hadramaut dan lainnya.
C.Islam Masuk Abad ke 16-17 saat
Malaka(Malasiya) jatuh ke Portugis, Orang-Orang Rum (maksudnya Istambul,
Turki).
D.Aceh telah secara resmi menjalin kerjasama
dengan Turki Utsmani dan kerajaan Moghul (orang-orang keturunan Mongol di
India) dalam bdang angkatan laut.
E.Diutusnya Walisongo ketanah Jawa 1404
Masehi (808 Hijriah).
Terkait Mushaf pada zaman walisongo ini penjelasannya
cukup panjang, tetapi secara sederhananya kaitan walisongo dengan Turki Utsmani
sangat erat.
MUSHAF BOMBAY, BAHRIYAH DAN MASYARAKAT
INDONESIA.
Mengapa orang Indonesia lebih Terbiasa dengan
jenis Bombay dan bahriyah? hal ini bisa dilihat dari beberapa sejarah
yang mau tidak mau memang memberikan kontribusi besar terhadap pengaruh
perkembangan muslim di Indonesia, pertama kita bisa lihat dari banyaknya
saudagar-saudagar Muslim yang berdangang ke nusantara kala itu melalui
malaka, yaitu Orang-Orang Ta’shih (Arab dan Persia) Orang-orang Keling
(Orang dari Kalingga dan Gujarat India), hadramaut dan daerah lain,
Orang-Orang Rum (Rum yang dimaksud adalah Orang dari Istambul, Turki),
para saudagar ini adalah orang-orang muslim yang merantau keindonesia ini selain
berdagang mereka juga bergaul serta memberikan pengaruh idiologi ke bumi Melayu
dan Nusantara, mereka selain sebagai saudagar adalah juga orang-orang yang
memiliki pengetahuan agama yang baik, sehingga selain berdagang sedikit-demi
sedikit mereka juga melakukan kegiatan da’wah, dari da’wah inilah kebiasaan
yang ada pada saudagar juga diikuti oleh orang-orang melayu, dan nusantara
termasuk dalam membaca al-quran mengikuti al-Quran yang dipakai oleh
saudagar-saudagar ini.
Nampaknya orang-orang Nusantara ini lebih cocok
dengan mushaf orang keling dan orang-orang rum dari pada orang Ta’shih. dan
ditambah juga karena pengaruh kerajaan Turki Utsmani dan Moghul yang memang
mushafnya menggunakan mushaf jenis bahriyah ini, dalam bahasa Turki sering disebut
mushaf Darkinar.
Kedua
Pengaruh kerjasama Turki Utsmani dan Moghul
dengan Aceh, tercatat dalam sejarah bahwa kala itu kerajaan Aceh sebelum
kemerdekaan sudah menjalin kerja sama angkatan laut( bahriyah) Turki
Utsmani dan Moghul India, oleh karena pasukan angkatan laut Turki Utsmani
membaca dengan Mushaf Hufadz ini, maka di Indonesia sering disebut
Mushaf Bahriyah atau kalau di terjemahkan ''mushaf angkatan laut Turki Utsmani''
masyhur juga dengan istilah Quran Stambul(Cetakan Istambul Turki). Maka dalam sejarah tercatat
pula ketua pentashihan mushaf di kepalai pertama oleh Kyai Abu Bakar
Atceh.
Di Indonesia Mushaf ini juga pernah ditulis
ulang dan dicetak ulang dengan jumlah banyak oleh Kyai Haji Arwani Kudus untuk
hafalan santrinya, dan banyak lagi ulama-ulama nusantara yang menulis ulang
sperti halnya Mushaf Bombay atau bahriyah ini. yang sangat masyhur. Saat zaman
Turki Utsmani mushaf ini menjadi mushaf resmi kerajaan, Badan Waqaf Mushaf
Al-Quran Baghdad, sehingga kita kenal metoda pembelajaran al-quran dahulu
yang di Indonesia dikenal dengan istilah Turutan Menara Kudus lebih
mirip Metoda Baghdadiyah, lebih jauh kalau kita baca metoda Baghdadiyah
ini, bahwa metoda ini dibuat di Baghdad dan masyhur di wilayah India. Sehingga
kalau kita bandingkan antara Mushaf Bombay dan Turutan dalam segi penulisan
arab font dan dobt(tanda bacanya) mirip sekali, dan tidak mirip tatacara
penulisan orang arab pada umumnya.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak
dahulu kala Mushaf Bahriyah dan Bombay sangat digemari orang Indonesia (
non arab), penulisan dan tanda bacanya memudahkan orang non arab untuk
membacanya. Walaupun kita tahu antara mushaf bahriyah dan Bombay banyak
perbedaan dari sisi rasm, kalau bahriyah lebih mendekati imali-qiyasi penulisan
arab secara kebanyakan (bahasa Arab pada Umumnya), sementara Bombay berbeda
dari mushaf Mesir karena menggunakan metoda Imam Abu Amr Addani. Saat
penjajahan Prancis atas Mesir bahwa Mesir pernah mencetak al-Quran jenis Bombay
dan disebarkan ke Asia termasuk Indonesia, tapi sumber ini sampai sekarang
masih belum jelas hanya tertuang dalam makalah-makalah artinya mushaf Bombay
cetakan Mesir sejauh ini belum didapatkan mushaf Bombay dengan stempel Mesir
atau yang dikenal percetakan Bulaq.
Jadi mushaf yang digunakan di Indonesia adalah
Mushaf Orang Turki Bahriyah/Quran Stambul penulis Muhammad Aiman Rusdi ( milik
angkatan Turki Utsmani Ustunah Istambul )-Mushaf Auqof Bagdad 1886 M, milik
sultan mahmud II. Mushaf Bombay Nash Ta’liq (mushaf Bombay ) dibawa orang
Kalingga dan Gujarat.
MUSHAF STANDARD KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA
Mushaf al-quran standard Indonesia (Al Mushaf
Al Mi’yariy al Indunisy) adalah mushaf yang di bakukan cara penulisannya (rasm)
harokat,tanda baca,dan tanda waqaf sesuai dengan hasil yang di capai dalam
muker ulama ahli quran yang berlangsung 9 kali.yang di mulai tahun 1974 sampai
dengan 1983, dan di jadikan pedoman bagi mushaf al-Quran yang akan di terbitkan
di Indonesia.
Mushaf standar yang di maksud sebenarnya ada
3 jenis sesuai keputusan menteri Agama no 25 tahun 1984 yaitu Mushaf
standar Utsmani untuk umum(Bombay),Bahriyah (Turki)untuk para hufadz, Braile
untuk tunanetra.
Al-Quran bahriyah telah menjadi Mushaf Standar
Indonesia sampai tahun 1957-1960 M,dan sudah dimulai saat kerajaan Aceh bekerjasama dengan Turki
Utsmani, dan untuk pertama kalinya ketua lajnah juga dari Aceh yaitu H.Abu Bakar Aceh .
Muker lanjutan dari tahun 1972 yaitu muker 1
tahun 1974 yang di sebut muker Ulama al-Quran Nasional dicapai kesepakatan para
ulama dan juga para kyai. bahwa mushaf al-quran harus di tulis dengan rasm
Utsmani, kecuali darurat. dari aspek penulisan mushaf standard Utsmani mengambil
bahan baku model al-Quran terbitan departemen agama tahun 1960 ( Mushaf Bombay
standard /India/Pakistan) yang sekaligus menjadi pedoman tanda baca, menurut
muker mushaf ini telah di telaah akurasi rasm Utsmani-nya berdasarkan rumusan
Imam Asy Suyuti ( W. 911 H) dalam Al-Itqon Fi Ulumil Quran.
Bersambung ................